Minggu, 19 Juni 2011

SEJARAH PERKEMBANGAN METODE TAFSIR

A. PEMBAHASAN
Secara etimologi tafsir bisa berarti: الايضاح والبيان والشرح (penjelasan), الكشف (pengungkapan) dan كشف المراد عن اللفظ المشكل (menjabarkan kata yang samar ) .
Adapun secara terminologi tafsir adalah penjelasan terhadap Kalamullah atau menjelaskan lafadz-lafadz al-Qur’an dan pemahamannya.
Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena pembahasannya berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Ilmu tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga di zaman modern sekarang ini. Sebelum membahas lebih dalam sejarah tafsir pemakalah akan menerangkan pembagian metode tafsir dan definisi masing-masin metode.
1. Pembagian Metode Tafsir
Pengelompokkan macam-macam metode Tafsir
Metode tafsir Al-Qur’an dari segi bentuk sumber penafsirannya, ada 3 macam, yaitu:
1. Metode jTafsir Bi al-Ma’tsur / Bi al-Riwayah / Bi al-Manqul ,adalah cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang didasarkan atas sumber penafsiran Al-Qur’an sendiri dan Al-Hadits, dari riwayat sahabat dan tabi’in.
Contoh kitab yang mengunakan metode al-Ma’sur
  • Jami’al Bayan Fi Tafiri Al-Qur’an: Ibnu Jarir Ath Thabari (wafat 310 H). 
  • Al Kasyfu Wa al-Bayan Fi Tafsiri Al-Qur’an: Ahmad Ibnu Ibrahim (427 H).
2. Metode Tafsir bi al-Ra’yi / Bi al-Dirayah Bi al-Ma’qul,yaitu cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiraan mufassir terhadap tuntutah kaidah bahasa Arab dan kesusasteraannya.
Contoh kitab yang mengunakan metode al-Ra’yi
  • Mafatihu al Ghaib: Fahruddin Ar Razi (wafat 606 H). 
  • Anwaru Al Tanzil wa Haqaiqu al ta’wil: Imam Al baidhawi (692 H).
3. Tafsir bil-isyarah atau tafsirul isyari: adalah Tafsir ini biasa dipakai oleh kalangan sufi karena dalam penafsirannya lebih condong pada isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik ayat-ayat al-Quran yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya ataupun Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang diintepretasikan dengan memalingkan maknanya kapada makna yang lain (ta’wil).takwil Al Qur’an berbeda dengan lahirnya lafal atau ayat, karena isyarat-isyarat yang sangat rahasia yang hanya diketahui oleh sebagian ulul ‘ilmi yang telah diberi cahaya oleh Allah swt dengan ilhamNya. Atau dengan kata lain, dalam tafsirul isyari seorang Mufassir akan melihat makna lain selain makna zhahir yang terkandung dalam Al Qur’an. Namun, makna lain itu tidak tampak oleh setiap orang, kecuali orang-orang yang telah dibukakan hatinya oleh Allah swt. [30
  • Al Jawahirul Fi tafsir Al-Qur’an: Thanthawi Al Jauhari (wafat 1358 H). 
  • Tafsir al Maraghi: Ahmad Musthafa Al Maraghi (wafat 1371 H/ 1952 H).
A. Metode tafsir bila ditinjau dari segi metode terhadap tafsiran ayat-ayat Al- Qur’an, maka metode tafsir ada 4 metode
1. Metode tafsir Muqarin / Komparasi, yaitu membandingkan ayat dengan ayat yang berbicaara dalam masalah yang sama, ayat dengan hadits (isi dan matan), antara pendapat mufassir dengan mufassir lain dengan menonjolkan segi-segi perbedaan
  • Al Jami’ Li ‘ahkam ‘al-Qur’an: Imam Al qurthubi (wafat 671).
2. Metode Tafsir Ijmaly, yaitu penafsiran dengan cara menafsirkan ayat Al-Qur’an secara global saja yakni tidak mendalam dan tidak pula secara panjang lebar, sehingga bagi orang awam akan lebih mudah untuk memahaminya.
  • Tafsir Al –Qur’an Al Karim : M. Farid Wajdi 
  • Tafsir Wasith: Majma’ul bukhutsil Islamiyah.
3. Metode Tafsir Tahlily, yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara urut dan tertib sesuai dengan uruaian ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dari awal Surat Al Fatihah hingga akhir Surat An Nas.
  • Mafatihul ghaib: Fahruddin Ar Razi (wafat 606 H). 
  • Tafsir Al Maraghi: Ahmad Musthafa Al Maraghi (wafat 1371 H/ 1952 M).
4. Metode Tafsir Maudlu’iy. Yaitu suatu penafsiran dengan cara mengumpulkan ayat mengenai satu judul / satu topik tertentu. dengan memperhatika masa turunnya dan asbabun nuzul ayat, serta dengan mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dan mendalam, dengan memperhatikan hubungan ayat yang satu dengan ayat yang lain di dalam menunjuk suatu pemasalaha, kemudian menyimpulkan masalah yang dibahas dari dilalah ayat-ayat yang ditafsirkan secara perpadu.
  • Al Mar’ah .Al-Qur’an Fi Al-Qur’an Al-Karim : Abbas Al Aqqad. 
  • Ar Riba Fi Al-Qur’an Al-Karim : Abul Ala Al Maududi.
B. Metode tafsir bila ditinjau dari segi coraknya atau pendekatan kemampuan mufassir
Kemunculan corak-corak tafsir tidak lepas dari kemampuan para mufasir itu sendiri, diantara corak tafsir adalah corak tafsir fiqhy, corak tafsir falsify, corak tafsir ilmy, corak tafsir tarbawy, corak tafsir ahklaqy, corak tafsir I’tiqady, corak tafsir sufy.
Corak tafsir fiqhy [hukum] yaitu tafsir yang berorintasi pada ayat-ayat hukum dalam al-Quran [ayat al-Ahkam];
  • al-Ahkam al-Quran Ibn al-Arabi karnagan Abu Bakar Muhammad bin Abdullah; 
  • Ahkam al-Quran al-Kiya al-Harisi karya al-Kiya al-Harisi
Corak tafsir falsify [filsafat] yaitu tafsir pendekatan logika pemikiran filsafat
Corak tafsir ilmy [ilmiah] yaitu tafsir pendekatan keilmuan dalam rangka mengungkapka al-Quran.
  • Harun yahya 
  • Ta-tafsir al-Ilmi li al-Ayat al—Kawniyah fi al-Quran; karya Hanafi Ahmad
Corak tafsir tarbawy[pendidikan] yaitu yaitu tafsir yang berorintasi pada ayat-ayat tentang pendidikan dalam al-Quran [ayat at-tarbawi];
  • Namadzij Tarbawiyah min al-quran al-Karim; karya Ahmad Zaki Tafahah 
  • Manhaj al-Quran fi at-Tarbiyah; karya Muhammad syadid
Corak tafsir ahklaqy [akhlaq] yaitu yaitu yaitu tafsir yang berorintasi pada ayat-ayat tentang pendidikan ahkalaq dalam al-Quran;
  • Tafsir an-Nasafi karya al-Imam al-Jalil al-Alamah
Corak tafsir sufy yaitu yaitu yaitu tafsir yang berorintasi pada sufy.
Selain corak-corak tersebut banyak lagi corak yang lain.dimana kemunculan sangat tergantung pada latar belakang seorang mufassir, mazhab yang dianut. Serta dinamika tuntutan perubahan zaman yang terjadi .
2. Adapun perkembangan ilmu tafsir dibagi menjadi empat periode yaitu :
1. Sejarah tafsir al-Quran
Sesungguhnya penafsiran al-Quran sudah berlangsung sejak zaman Nabi Muhammad Saw.[571-632M] [periode mutaqaddimiin 1-4 hingga tabi’ at-Tabi’in, periode mutaahkiriin 4-12 periode baru 12-sekarang] dan masih berlangsung hingga sekarang,bahkan pada masa akan mendatang.penafsiran al-Quran sungguh telah menghabiskan waktu yang sangat panjang dan melahirkan sejarah tersendiri bagi pertumbuhan dan perkembang ilmu al-Quran.dan upaya menelusuri sejarah penafsiran al-Quran sangat panjang dan tersebar luas di segenap penjuru dunia apalagi menguraikan secara panjang lebar dan detil.

a. Periode Nabi Muhammad Saw.
Al-Quran menegaskan bahwa tugas utama nubuwwah Nabi Muhammad Saw.adalah menyampaikan muatan al-Quran.berdasarkan dengan itu,Nabi Muhammad diberi otoritas untuk menerangkan atau menafsirkan al-Quran dan Nabi Muhammad Saw. Telah dinobatkan sebagai mufassir pertama. Dalam [QS sl-maidah,5:67]
67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.[al-maaidah 67]
27. Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, Yaitu kitab Tuhanmu (Al Quran). tidak ada (seorangpun) yang dapat merobah kalimat-kalimat-Nya. dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari padanya.[al-kahfi 27]
Dalam melaksanakan tugas tersebut ada campur tangan Allah. Seperti yang tercamtu dalam al-Quran [ar-Rahmaan 1-4 dan an-Najm 45]
1. (tuhan) yang Maha pemurah,2. Yang telah mengajarkan Al Quran.3. Dia menciptakan manusia.4. Mengajarnya pandai berbicara.[ar-rahmaan 1-4]
Adapun sumber sumber tafsir pada masa Rasullah adalah al-Quran dan Hadis,serta bimbingan Allah dan Malaikatnya secara langsung, yang disebut dengan Tafsir An-Naby atau Tafsir al-Ma’sur. Dan Hanya beliau sendirilah sebagai mufassir tunggal .dalam hal ini. Penafsiran ayat-ayat al-Qur’an pada saat itu secara ijmali, artinya tidak memberikan rincian yang memadai, pada zaman Nabi dan Sahabat, pada umumnya mereka adalah
ahli bahasa Arab dan mengetahui secara baik latar belakang turunnya ayat [asbab al-nuzul], serta mengalami secara langsung situasi dan kondisi ketika ayat-ayat al-Qur’an turun. Dengan demikian mereka relatif dapat memahami ayat-ayat al-Qur’an secara benar, tepat, dan akurat.Maka, pada kenyataannya umat pada saat itu, tidak mengitu membutuhkan uraian yang rinci tetapi cukup dengan isyarat dan penjelasan secara global [ijmal]. Itulah sebabnya Nabi tak perlu memberikan tafsir yang detail ketika mereka bertanya tentang pengertian suatu ayat atau kata di dalam al-Qur’an Seperti lafal [ ظلم ] dalam ayat 82 surah al-An’am :
82. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(al-an’am 82)
Ayat ini cukup mengganggu pikiran ummat pada saat itu, karena mengandung makna bahwa mereka yang mencampuradukan iman dengan aniaya tidak akan memperoleh keamanan dan petunjuk. Ini berarti, seakan-akan percuma mereka beriman karena tak akan bebas dari azab, sebab mereka percaya bahwa tak ada di antara mereka yang tidak pernah melakukan aniaya. Tetapi, mereka merasa tenang dan puas setelah Nabi saw menafsirkan [ ظلم ] di dalam ayat itu dengan [ شرك ] dengan mengutif ayat 13 surah al-Lukman, sebagai berikut :
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".[al-Luqman 13]
Berdasarkan kenyataan historis tersebut, dapat dikatakan bahwa kebutuhan ummat Islam
saat itu terpenuhi olah penaafsiran yang singkat [global], karena mereka tidak memerlukan penjelasan yang rinci dan mendalam. Maka tidak dapat dimungkiri bahwa memang pada abad pertama berkembang metode global [ijmali] dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an, bahkan para ulama yang datang kemudian melihat bahwa metode global [ijmali] terasa lebih praktis dan mudah dipahami, kemudian metode ini banyak diterapkan. Ulama yang menggunakan dan menerapkan metode ijmali pada periode awal
para sahabat yang tergabung dalam periode ini baru menafsirkan al-Quran setelah Nabi wafat.
 
b. Periode Sahabat
Baru setelah beliau wafat, beberapa sahabat mulai menafsirkan al-Qur’an dan mengajarkan pemahaman mereka atas al-Qur’an kepada kaum Muslimin yang lain. Dalam hal ini, sumber utama penafsiran mereka adalah al-Qur’an senndiri,yaitu penyataan al-Qur’an yang mempunyai relevansi yang sama dengan pernyataan al-Qur’an lain yang sedang dibhas dan ditafsirkan. Pada periode Sahabat cara penafsiran al-Quran dengan cara al-Ma’sur,al-Ra’yu sahabat sendir atau ijtihad sahabat tentang tafsi dan
,al-Muqarin membandingkan metode keduanya dan metode ijmaly Selain empat al-khulafa’ al-rasyidun, disarjana-sarjan tafsir yang diakui kehebatannya dari periode Islam yang awal ini antara lain adalah ‘Abd Allah ibn ‘Abbas (w. 687), ‘Abd Allah ibn Mas’ud (w. 653), Ubayy ibn Ka’b (w. 640), Zayd ibn Tsabit (w. 665), Abu Musa al-Asy’ari (w. 664), dan ‘Abd Allah ibn Zubayr (w. 692). Di antara mereka, yang paling terkemuka adalah ‘Abd Allah ibn ‘Abbas yang mendapatkan julukan turjuman al-Qur’an (penafsir al-Qur’an). Selain julukan hibr al-ummah (penjaga umat) dan bahr al-‘ulum (lautan ilmu).
 
c. pada masa tabi’in:
Dengan berlalunya waktu dan wafatnya para mufassir dari kalangan sahabat, sementara belum seluruh ayat-ayat al-qur’an tuntas dijelaskan. Maka para tabi’in pun mulai memasuki bidang ini. Terdapat tiga aliran tafsir utama yang dikembangkan pada pertengahan abad pertamaHijrah oleh para tabi’in ini. Pertama adalah aliran Mekkah yang pakarnya adalah Ibn ‘Abbas, dengan murid-murid seperti Sa’id al-Jubayr (w. Sekitar 712 atau 713). Mujahid ibn Jabr al-Makki (w. 722). ‘Ikrimah (w. 723). Thawus ibn Kaysan al-Yamani (w 724) dan ‘Atha’ ibn Abi Rabah (w. 732). Kedua adalah aliran Irak yang mengakui Ibn Mas’ud sebagai imamnya. Murid-muridnya antara lain adalah ‘Alqama ibn Qays (w. 720), al-Aswad ibn Yazid (w. 694), Masruq ibn al-Ajda’ (w. 682), Mara al-Hamadani (w. 695), ‘Amir al-Sya’bi (w. 723), al-Hasan al-Bashri (w. 738), Qatada al-Sadusi (w. 713). Terakhir adalah aliran Madinah yang, sebagai pusat kekhalifahan Islam, penuh dengan para sahabat dan sarjana-sarjana Muslim terkemuka di sini adalah Ubayy ibn Ka’b. Murid-muridnya antara lain adalah Abu al-‘Aliya (w. 708), Muhammad ibn Ka’b al-Qarzi (w. 735), dan Zayd ibn Aslam (w. 747),
Pada periode tabi’in metode yang banyak digunaka dalam menafsirkan al-Quran adalah Metode al-Muqarin dan al-Maudu’I serta metode sebelumnya [metode yang diterapkan oleh sahabad-sahabad Nabi] karna para Tabi,in hanya meneruskan pejuangan ulama-ulama sebelumnya.
 
d. Pada masa tabi’ at-tabi’in:
Meskipun begitu, ada segolongan ahli dari berbagai kota yang mengumpulkan riwayat dari Nabi SAW, sahabat, atau tabi’inl mereka termasuk periode tababi’ at-tabi’in (pengikut para babi’in), seperti: Uyainah, Waki bin al-Jarrrah, Su’bah bin al-Hajjaj, Yazid bin Harun as-Salma, dan Abd bin Hamid. Mereka bukanlah mufassir (ahli yang mengkhususkan diri pada bidang tafsir), Melainkan imam-imam di bidang hadis. Oleh karenanya, tafsir bukan tujuan utama mereka. Tafsir pada periode ini hanya dijadikan sebagai salah satu bab dalam kitab hadis mereka. Para imam hadis inilah yang kemudian membuka jalan bagi penulisan karya tafsir yan gmenggunalkan riwayat.
Kelahiran tafsir dalam bentuk tertulis agaknya dapat dikemukakan secara pasti baru pada paruh terakhir abad ke-2 H/ke-8 M.peeiode ini diwakili oleh Muqatil bin Sulaiman dalam karyanya Tafsir Khams Mi’ah Ayah min al-Qur’an (Tafsir 500 Ayat Al-Qur’an), dan Kitab al-Wujuh wa an Naza’ir (Kitab tentang Arti dan Persamaan-persamaan).
Baru pada abad ke-4 H/ke-10 M, literature tafsir benar-benar lahir secara lengkap denganan adanya Jami’ al Bayan ‘an Ta’wil ayi Al-Qur’an (kumpulan keterangan ayat-ayat Al-Qur’an) yang ditulis oleh Ibnu Jarir at-Tabari (w. 923).dan pada periode tabi’I at-Tabi’in inilah banyak bermunculan macam-macam metode penafsiran al-Quran diantaranya metode tafsir tematik[al-Maudu’i] dalam metode ini,tafsir al-Qur’an tidak dilakukan ayat demi ayat. Ia mencoba mengkaji al-Qur’an dengan mengambil sebuah tema khusus dari berbagai macam tema doktrinal, sosial.dan para tabi’n at-Tabii’n tetap mengunakan metode penafsiran yang dilakukan pada masa sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar