Senin, 20 Juni 2011

IJTIHAD PADA MASA TABI'IN

A. Ijtihad Pada Masa Tabi'in

Menurut ahli seorang anggota majma' al-buhust al-islamiyah universitas Al-Azhar, ijtihad yang terjadi pada masa tabi'in adalah ijtihad mutlak yaitu ijtihad yang dilakukan tanpa ikatan seorang mujtahid terlebih dahulu dan yang secara langsung diarahkan membahas, meneliti, dan memahami yang benar.
Ikatan hanya terjadi jika ditemukan sebuah pendapat seorang sahabat nabi yang diduga bersandar kepada sunah yang karena beberapa sebab sunnah itu tak muncul sebelumnya kemudian pada zaman tabi'in itu lebih-lebih zaman tabi'in al-tabi'in, suasana lebih mengizinkan untuk muncul misalnya perubahan politik, dan perpindahan kekuasaan dari kaum umawi ke kaum 'Abbasy, telah membawa perubahan penting dalam sikap keagamaan. Meskipun sesungguhnya kaum 'Abbasy, telah membawa perubahan penting dalam sikap keagamaan. Meskipun sesungguhnya kaum 'Abbasy banyak meneruskan wawasan hukum keagamaan kaum umawi sebagai pendukung Ahlusunnah waljamaah.
Kaaum abbasi lebih banyak dan lebih tulus dan perhatian mereka pada masalah-masalah keagamaan daripada kaum umawi, sikap berpegangan kepada syari'a ini bagi kaum abbasi berarti pengokohan legitimatis politik dan kekuasaan mereka (dibandingkan dengan kedudukan kaum umawi, dan dihadapkan kepada oposisi kaum syi'a dan khawarij). Tetapi disamping itu sikap tersebut menciptakan suasana yang lebih mendukung bagi perkembangan kajian agama dan ini pada urutannya memberi peluang lebih baik pada para sarjana untuk menyatakan pendapatnya, termasuk menuturkan riwayat dan hadist usaha secara resmi pembukuan sunnah (yang kemudian menjadi sejajar dengan hadist), telah mulai tumbuh sejak 'Umar ibn 'Abd-al'Aziz menjelang akhir kekuasaan umawi. Usaha ini memperoleh dorongan baru, dan merangsang tumbuhnya berbagai aliran pemikiran keagamaan, baikyang bersangkutan dengan bidang politik, teologi, dan hukum, maupun yang lain.

B. Wawasan Hukum Zaman Tabi'in


Antara Islam sebagai agama dan hukumterdapat kaitan langsung yang tidak mungkin diingkari. Meskipun baru setelah tinggal di Madinah nabi SAW. Yang melakukan kegiatan legislasi, namun ketentuan-ketentuan yang bersifat kehukuman telah ada sejak di Makkah bahkan justru dasar-dasarnya telah diletakkan dengan kokoh pada periode yang pertama itu.
Dasar-dasar itu memang tak semuanya langsung bersifat kehukuman atau legalistik sebab selalu dikaitkan dengan ajaran moral dan etika maka sejak nabi di Makkah mengajarkan tentang cita-cita keadilan sosial yang antara lain mendasari konsep-konsep sebagai berikut :
a. Tentang harta yang halal dan yang haram
b. Keharusan menghormati hak milih sah orang lain
c. Mengurus harta anak yatim secara benar
d. Perlindungan terhadap kaum wanita dan janda
Pada masa para sahabat yang kemudian disusul masa para tabi'in, prinsip-prinsip yang diwariskan nabi itu berhasil digunakan atau diamalkan, menopang ditegakkannya kekuasaan politik imperium Islam yang meliputi daerah antara nil sampai amodaria, dan kemudian segera melebar dan meluas sehingga membentang dari semenanjung liberia sampai lembah sungai indus.
Para ahli hukum Islam sudah terbiasa mengatakan secara benar bahwa letak kekuasaan Islam sifatnya yang akomodatif terhadap setiap perkembangan zaman dan peralihan tempat (.(صحيح لكل الزمان والمكان
Penetapan hukum (Al-tasyri') Islam merupakan merupakan salah satu berbagai segi yang amat penting yang disusun oleh tugas suci Islam dan yang memberi gmabaran segi ilmiah dari tugas suci tersebut. Penetapan hukum keagamaan murni seperti hukum ibadah tak pernah timbul kecuali dari wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Baik dari kitab ataupun sunnah, atau dengan suatu ijtihad yang keluar dari lingkaran tugas penyampaian (tabligh) dan penjelasan (tabyin) tidaklah nabi berbicara atas kemauan sendiri, tidak lain itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya seperti firman Allah (QS. Al-Najm/53:34).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar