Sabtu, 18 Juni 2011

AL-MAKKY – AL-MADANY

A. Definisi
Istilah al-makkiy sebenarnya di ambil dari mana kota Makkah, tempat permulaan Rasulullah SAW mulai mengerjakan Islam. Ia merupakan kata sifat yang di sandarkan kepada kota tersebut. Sesuatu disebut al-makiy apabila ia mengandung kriteria yang berasal dari Makkah atau yang berkenaan dengannya. Begitu juga al-Madaniy, ia diambil dari nama kota Madinah, tempat Rasulullah SAW berhijrah dan membangun masyarakat Islam, yang darinya kelak ajaran Islam menyebar keseluruh penjuru dunia. Dalam perjalanan sejarah turunnya Al-Qur’an-yang akan menjadi kajian utama dalam tulisan ini tentu tidak kan lepas dari proses sejarah perjalanan dakwah Rasulullah saw, yang bermula dari makkah hingga Madinah.
Sekalipun kemudian da’wah Rasulullah SAW melebar, melewati batas-batas wilayah di luar kota Makkah dan Madinah, tetapi kedua kota ini tetap mempunyai peran dalam semua proses tersebut.
Al-Imam az- Zarkasyi (w.794H) dalam bukunya Al-Burhan fi ‘ulum al-Quran telah menyebutkan tiga variabel definisi mengenai al-Makky dan al-Madaniy, pertama, definisi berkonotasi tempat, bahwa al-Makky adalah unit wahyu yang diturunkan di Mekkah, dan al- Madanniy adalah unit wahyu yang diturunkan di Madinah. Kedua, definisi berkonotasi periode waktu, bahwa al-makkiy adalah unit wahyu yang diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, dan al- madanny adalah yang diturunkan setelah hijrah. Ketiga, definisi berkonotasi objek wahyu, atau kepada siapa khitab-nya ditujukan, bila khitab wahyu ditujukan kepada penduduk Mekah maka ia tergolong Makkiyyah, tapi bila ditujukan kepada penduduk Madinah, maka ia tergolong Madaniyyah.

B. Jumlah surah-surah Makkiyyah dan Madaniyyah
Kajian sangat mendalam dan teliti dalam masalah surah apa saja yang tergolong Makkiyyah atau Madaniyyah pernah dilakukan Imam al-suyuthi dalam karyanya al-itqan. Sebagai seorang yang menguasai berbagai bidang ilmu, termasuk ilmu Hadis, al-Suyuthi telah memaparkan beberapa riwayat dari para sahabat mengenai hal tersebut. Dan ternyata tema ini pernah menjadi pembicaraan hangat diantara para sahabat. Suatu bukti bahwa untuk mengetahui hakikat surah-surah Makkiyyah atau Madaniyyah harus merujuk kepada riwayat para sahabat, karena merekalah yang menyaksikan sejarah turunnya wahyu. Baru jika tidak ada riwayat, bisa merujuk kepada qiyas, yaitu melakukan studi perbandingan antara satu surat dengan lainnya, yang darinya akan tampak ciri- ciri Makkiyyah dan ciri-ciri Madaniyyah. Di sini al-Zarkasyi mengutip pernyataan al-Ja’bariy : “ Bahwa untuk mengetahui al-Makkiy dan al-Madaniy ada dua cara : sima’I (mendengar melalui riwayat) atau qiyasi (dengan studi perbandingan).
Dari berbagai pendapat yang di paparkan al-Suyuthi, ada satu penelitian yang sangat kuat, yaitu penelitian Abu al-Hasan bin al-Hassar, dalam bukunya al- Nasikh wa al-Mansukh. Di sini Ibn al-Hassar menyebutkan bahwa jumlah surah-surah Makkiyyah dan Madaniyyah dalam ungkapan bait-bait nadaman, darinya bisa dipahami bahwa ada 20 surat disepakati tergolong periode Madinah : al- Baqarah, al-Imran, al-Nisa’, al-Maidah, al-Anfal, al-Taubah, al-Nur, al-Ahzab Muhammad, al- fath, al-Hujurat, al-hadid,al- Mujadalah, al-Hasr, al-Mumtahanah, al-Tahrim, al-Nasr. Dan ada 12 surat dipertentangkan : al- Fatihah, al-Ra’d, al-Rahman, al-Shaf, al-Taghabun, al-Tathif (al-Mutaffin), al-Qadar, al-Bayyinah, al- Zalzalah, al- Ikhlas, al- Falaq dan al-Nas. Sementara sisanya sebanyak 82 surah, disepakati tergolong dalam periode Mekkah.
Mereka hali bertengkar yang sengit sekali, tukang berdebat dengan kata-kata yang pedas sehingga wahyu makki (yang di turunkan di makkah) juga berupa goncangan –goncangan yang mencekam, menyala-nyala saperti api yang member tanda bahaya disertai argumentasi yang sangat kuat dan tegas.
Demikianlah Al-qur’an surah makkiyah itu penuh dengan ungkapan-ungkapan yang kedengarannya amat keras di telinga seperti dalam surat Qori’ah, Gasyiah dan Waqi’ah dengan huruf hijaiyah pada permulaan surah dan ayat-ayatnya berisi tantangan di dalamnya, bukti-bukti alamiyah dan yang dapat di terima akal.
 
C. Parameter Makkiyyah dan Kekhususannya
Konsep Makkyyah dan Madaniyyah sebenarnya dibangun atas dasar informasi (baca : riwayat ) dari para sahabat dan tabi’in. Namun tidak semua riwayat sampai kepada generasi selanjutnya. Dari sini kemudian para ulama harus melakukan ijtihad dengan melakukan studi perbandingan secara komprehensif terhadap surah-surah dan ayat Makkiyyah atau Madaniyyah, yang darinya bisa didapatkan sejumlah parameter dan kekhususan dari masing-masing kelompok Makkiyyah dan Madaniyyah.
Beberapa parameter Makkiyyah yang diungkap para ulama sebagai berikut :
1. Setiap surah yang mengandung ayat sajadah, ia termasuk Makkiyyah. Ayat sajdah ini terdapat di 14 tempat dalam Al-Quran : di al-A’raf, al-Ra’d, al-Nahl, al-Isra’, Maryam, al-furqan, al-Naml, al-sajdah, fussilat, al-Najm, al-Insyiqaq, Iqra’, dan dua tempat di al-Hajj.
2. Surat yang pada bagian akhirnya atau separuh terakhirnya, terdapat lafal kalla, ia adalah Makkiyyah. Imam al-Darini menegaskan bahwa lafaz kalla tidak pernah turun di Madinah. Hikmah dari ungkapan ini adalah berupa teguran secara keras terhadap mereka yang sombong dan tidak mau menerima ajaran Rasulullah SAW.
3. Setiap surah yang dimulai dengan sumpah qasam. Dalam hal ini ada 15 Surat : al-Shaffat, al-Dzariyat, al-Thur, al-Najm, al- Mursalat, al-Nazi’at,al-Buruj, al-Thariq, al-Syams, al-Lail, al-Dhuha, al-Tin, al-Adiyat, al-Ashr.
4. Setiap surat yang dimulai dengan huruf hijaiyah seperti aliflam mim, ha mim dan sebagainya. Kecuali surah al-Baqarah dan al-Imran, karena kedua surah ini telah disepakati secara ijma’ sebagai Madaniyyah.
5. Surah yang terdapat di dalamnya ya ayyuha an-nas dan tidak mengandung ya ayyuha al-ladhina amanu.
 
D. Paramater Madaniyyah dan kekhususannya
Sesuai tabiat yang dihadapi, bagian Al-quran yang diturunkan di madinah mempunyai parameter dan kekhususannya tema yang lain lagi. Tapi hal ini bukan berarti bahwa penulisan Al-quran sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sebagai mana yang dituduhkan sebagian orientalis. Mengapa?
1. Al-quran bukan karangan nabi muhammad, sementara tuduhan ini adalah untuk menguatkan tesis yang mereka pertahankan bahwa Al-quran karangan nabi muhammad SAW.
2. Jika demekian maka Al- quran adalah kalam Allah, yang maha tahu.dan jauh sebelum Allah menciptakan manusia Al-quran sudah dipersiapkan sedemikian rupa.
3. Penurunan Al-quran kepada Rosulullah SAW secara berangsur- angsur, itu karena kebijakan Allah semata, berdasarkan pengetahuan-Nya yang Mahaluas dan sesuai dengan hikmah yang ia ketahui, jadi Rasulullah SAW tidak sama sekali bisa mencampuri urusan proses penurunan wahyu tersebut. Karenanya banyak peristiwa yang menggambarkan bagaimana Rasulullah SAW berhari-hario bahkan berbulan-bulan menunggu turunya wahyu, seperti peristiwa fatrotul al-wahyu (terputusnya wahyu), di mana dalam peristiwa ini rosulullah SAW-sebagaima dalam riwayat Imam bukhori- sangat sedih, karena sudah begitu lama wahyu tidak turun. Sementara kerinduan kepada turunya wahyu begitu kuat dan tidak tertahankan. Toh kendati demekian wahyu masih juga belum turun .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar